“Isteriku terjatuh dan terluka parah saat melintasi bukit
terjal ini. Ia berniat mengantar air minum untukku. Aku bekerja di balik bukit.
Sejak itu, aku memutuskan untuk membuat jalan pintas dengan cara membelah bukit
ini. Cintaku kepada isteriku mengobarkan api semangatku. Tapi keinginan melihat
ribuan penduduk desa melintasi bukit kapan jua mereka mau, membuatku sanggup
bekerja selama bertahun-tahun tanpa takut dan khawatir.” —Dashrath Manjhi
Untukmu
Orang-orang
tertawa dan mengolok-oloknya, bahkan menganggapnya gila. Tapi dia hanya
melanjutkan pekerjaannya. Seorang diri. Sepanjang 22 tahun, siang dan malam.
Mendaki dan menuruni bukit, dan membelahnya dengan cara memahatnya. Menantang
alam, hanya dengan palu dan pahat.
Dashrath
Manjhi (1934–2007), seorang petani pekerja yang miskin, sendirian membelah
bukit-bukit batu Gehlaur, Bihar, India agar desanya memiliki akses lebih mudah
ke fasilitas medis. Selama ini, demi memperoleh perawatan di kota terdekat,
penduduk desa harus menempuh medan yang amat sulit dan berbahaya sepanjang
puluhan kilometer. Pada 1959, istri Manjhi, Falguni Devi meninggal dalam
perjalanan ke kota, karena tidak cepat mendapat pertolongan setelah mengalami
kecelakaan di bukit itu. Rasa cinta kepada isterinya telah membekalinya
kekuatan untuk memulai pekerjaan muskil itu. Walau isterinya tak lagi bisa
menikmati hasil jerih payahnya. Manjhi ingin memastikan warga desanya tidak
akan mengalami nasib yang sama sebagaimana isterinya. Dengan jalan setapaknya
itu ia bermaksud memperpendek jarak dari 55 km menjadi hanya 15 km. Manjhi
memahat bukit dari tahun 1960 sampai 1982 hingga jalan sepanjang 110 m, selebar
9,1 m, dan sedalam 7,6 m itu selesai.
Meninggal
pada 2007, Manjhi menerima penghormatan melalui sebuah upacara pemakaman kenegaraan.
Dewasa ini penduduk Bihar tak bisa lain kecuali bersyukur atas apa yang telah
dikerjakannya. Pada tahun 2006, pemerintah Bihar mengusulkan agar ia memperoleh
penghargaan Padma Shri dalam sektor pelayanan sosial. Namanya juga diusulkan
sebagai nama sebuah rumah sakit.
Ketika
sebuah film mengenai kisah kehidupannya dirancang, ia sedang berada di ranjang
kematiannya. Manjhi memberikan cap jempolnya pada sebuah surat kesepakatan,
sebagai tanda pemberian hak eksklusif pembuatan film tentang dirinya. Pada
2015, film Manjhi: The Mountain Man dirilis,
membawa pesan tentang kekuatan Cinta dan kekukuhan jiwa.
Demi kehidupan
“Tiap orang didesain untuk melakukan pekerjaan tertentu,
gairah atas kerjanya itu ada di hatinya.” —Jalaluddin Rumi (1207–1273)
Lihatlah
keluar jendela. Pada burung-burung berkelana di fajar pagi merekah; dengan suka
cita, demi sesuap biji-bijian atau serangga bagi anak-anaknya, hingga petang.
Rasakan hembusan angin lembut di dedaunan yang sedang melebat. Atau pandanglah
kanak-kanak berkejaran riang tak kenal lelah di depan rumah. Dan tubuh sehat
kita ini kala terbangun dari tidur malam yang lelap.
Perhatikan
bagaimana Alam Semesta bekerja selaras hukum yang ditentukan baginya. Matahari,
sumber energi seluruh kehidupan, yang senantiasa bergerak di garis edarnya.
Bumi, di mana kehidupan bergulir, yang terus bergerak melintasi orbitnya
mengelilingi Matahari. Yang berputar pula pada porosnya, demi menghadirkan
siang dan malam. Tidakkah kita merasakan kehadiran energi Cinta di dalam semua yang
mengada itu?
Semakin
kita menyadari apa yang mendasari terjadinya Alam Semesta semakin kita takjub
dengan keindahan desainnya.
Sebuah
atom adalah rongga kosong di mana keajaiban terbentang. Fisika nuklir
menyatakan bahwa Alam Semesta tak mengandung materi setitik pun, bahkan di
bagian terkecil atom yang paling kecil sekali pun. Melainkan merupakan susunan
energi beserta kekuatannya yang tersusun harmonis, di mana tanpanya Alam
Semesta tidak akan ada. Di tengah rongga kosong yang membentuk sebuah atom,
mengelompok partikel berukuran sangat kecil di mana mengorbit sekawanan
partikel yang bahkan lebih kecil lagi di sekelilingnya. Pergerakan mereka
sedemikian cepatnya sehingga mereka berada serentak di mana-mana, menciptakan
bola yang tampil “padat”. Maka, apa yang disebut partikel itu sesungguhnya
bukan entitas padat, namun konstruksi dari berbagai jenis quark,
yang oleh para fisikawan didefinisikan sebagai titik-titik energi yang bergerak
cepat.
Dengan
demikian, apa yang disebut sebagai materi dasar atau partikel dasar itu
sebenarnya tidak ada. Segala sesuatu yang kita lihat dengar, atau sentuh,
bahkan Bumi tempat kita tinggal ini, hanyalah bangunan pola-pola energi yang
diatur oleh prinsip-prinsip harmonisasi yang sekaligus mengungkap adanya
susunan mendasar dari sebuah Kecerdasan yang luar biasa. Jika salah satu saja
prinsip keselarasannya tiada, atau bertentangan dengan pola keseluruhannya,
Alam Semesta tidak memiliki landasan untuk eksis, dan karenanya tidak akan ada.
Tapi
Alam Semesta memang ada! Yang adalah produk dari ‘Kecerdasan’ luar biasa
bersama ’Spirit’ penyelarasnya, yang boleh jadi disebut ‘Cinta’. Di luarnya tak
ada apa-apa. Satu-satunya bangun dasar yang ada di Alam Semesta adalah
Kecerdasan beserta Spirit harmonisasinya, yaitu Cinta. Bila Alam Semesta
mengada karena Cinta, maka untuk memahami diri kita dengan benar, kita juga
semestinya bisa melihatnya dalam cahaya yang sama. Tanpa Cinta, Alam Semesta
sama sekali tidak akan ada. Kita juga tidak pernah eksis tanpa Cinta.
Hukum
Alam Semesta adalah keseimbangan, semua berasal dari keseimbangan, yang
berdasarkan pada prinsip Cinta, yaitu ‘memberi dan diberi’. Dengan mencintai
laut, nelayan akan mengenal lebih baik kekayaan laut yang telah memberinya
kehidupan. Mencintainya akan membuat nelayan memperlakukan laut dengan rasa
hormat, menghargai, menjaga, dan memeliharanya. Laut, bagai tanah bagi petani,
adalah hakikat kehidupan nelayan. Seorang petani yang tidak menghayati tanah
atau lahannya dengan Cinta, sesungguhnya bukanlah petani sejati.
Ada
dimensi spiritual di dalam setiap pekerjaan.
Kala
kita menyirami tanaman di kebun, kita berpartisipasi dalam penciptaan. Ketika
kita mencat ulang dinding rumah kita, kita membawa keteraturan baru di
lingkungan kita. Saat kita memperbaiki perabot rumah yang rusak, kita
memperpanjang usianya, serta memperbarui kehidupannya. Ketika kita menyentuh
apa saja dengan respek, menjaga dan merawatnya, kita turut mengontrol
keseimbangan Alam dan menjadi bagian dari kelestarian Semesta.
Untuk rakyatku
“Kerjakan dengan bahasa Cinta, karena itu yang diinginkan
setiap orang terhadap dirinya.” —Joko Widodo
Demikian
pula halnya seorang pemimpin sejati, yang bekerja dengan Cinta sebagai bahan
bakarnya. Dengan memandang Cinta dan prinsip spiritualitas sebagai dasar keputusan moralnya. Bisa
menempatkan dirinya sebagai pelayan, memimpin dengan prinsip servant leadership. Menekankan tanggung jawab sosial terhadap masyarakat dan
lingkungan, serta memiliki empati mendalam dengan senantiasa
berjalan memakai sepatu orang lain.
Sebagai
pemimpin bangsa, Jokowi pun menunaikan kepemimpinannya berdasar spiritualitas; dengan rasa
hormat, Cinta, dan empati pada rakyatnya, yang dibalut dengan integritas diri (kebaikan,
kejujuran, kesahajaan). Empati kepada warganya yang kurang
beruntung dinyatakannya dengan meluncurkan Kartu Indonesia Sehat (KIS) dan
Kartu Indonesia Pintar (KIP) yang bisa digunakan untuk meringankan beban
perawatan medis, dan agar mereka yang putus sekolah dapat melanjutkannya
kembali (2014). KIP memastikan seluruh anak usia sekolah (6–21 tahun) dari
keluarga kurang mampu dapat terdaftar sebagai penerima bantuan tunai pendidikan
sampai lulus SMA/SMK/MA).
Dan
untuk mengurangi beban masyarakat sangat miskin, pemerintahan Jokowi juga
menggulirkan Program Keluarga Harapan (PKH) guna memberikan bantuan tunai
kepada Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM), yang sebelumnya berbasis rumah tangga
berubah menjadi berbasis keluarga (2014). Dengan adanya perubahan ini, seluruh
keluarga di dalam sebuah rumah tangga berhak menerima bantuan tunai. PKH
diharapkan dapat memutus mata rantai kemiskinan antar-generasi, sehingga
generasi berikut bisa keluar dari perangkap kemiskinan.
Kepedulian Jokowi kepada kaum jelata juga
tercermin pada kunjungannya ke berbagai wilayah yang selama ini terpinggirkan, seperti Nusa Tenggara Timur
(NTT), Maluku Utara, Papua, dan lainnya. Melalui percakapan langsung dengan
masyarakat setempat, Jokowi berniat “mengalami” sendiri apa yang dirasakan oleh
warganya, agar kebijakan yang akan dibuatnya selaras dengan kebutuhan.
Keterlibatan intim sedemikian ini dimungkinkan karena jiwanya yang merdeka
bebas menempatkan dirinya di kalangan mana saja [Baca: Keteladanan Kesederhaan
Membangun Jiwa Merdeka].
Demi
menopang keseimbangan kehidupan bagi semua (equal
benefits to all), ia terus membangun jalan di pelosok-pelosok
Tanah Air. Termasuk di antaranya, menghubungkan daerah-daerah terpencil di
Papua Barat melalui Trans Papua sepanjang 4.300 kilometer yang mulai dibangun
besar-besaran sejak 2014. Dengan banyaknya dana yang tersedia setelah Jokowi
memangkas 80% subsidi bahan bakar minyak (2015), juga dari penerimaan pajak
melalui program tax amnesty (2016–2017), pemerintahannya
kini leluasa menghadirkan pembangunan di sejumlah kawasan terdepan Indonesia
(desentralisasi asimetris).
2. Jalan
Trans Papua.
Cinta
kepada tanah air dan rakyatnya mewujud dalam niat membesut kehidupan.
Sumber
gambar: Dok. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
|
Kebanggaan kepada negerinya
terusik ketika Jokowi menyaksikan sendiri sejumlah Pos Lintas Batas Negara
(PLBN) yang terpuruk kondisinya di wilayah Kalimantan Barat yang berbatasan
dengan Malaysia. Tiga buah PLBN pengganti yang jauh lebih megah beserta
sarana-prasarananya kemudian dibangunnya dalam waktu dua tahun (2016–2017),
ditambah dengan tiga PLBN di Nusa Tenggara Timur, dan satu di Papua. Dan demi
percepatan program elektrifikasi 35.000 MW, ia membangun Pembangkit
Listrik Tenaga Gas (PLTG) Mobile Power Plant (MPP) serentak di delapan daerah; di Lombok,
Bangka, Lampung, Nias, Pontianak, Riau, Belitung, dan Medan sebesar 500 MW,
hanya dalam waktu enam bulan (2016).
Sebagai
perwujudan cita-citanya menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia, pemerintahan Jokowi memperkuat
sektor kemaritiman dengan cara memaksimalkan potensi kelautan dan perikanan,
serta membangun sarana-prasarana penunjangnya sejak dari Sabang hingga ke
Merauke. Dengan membangun bandara di pulau-pulau terluar, seperti bandara
Miangas, di Sulawesi Utara, terminal bandara Tanjung Api Tojo Una-una di
Ampena, dan terminal bandara Kasiguncu di Poso (ketiganya diresmikan pada
2016), serta bandara Maratua, di Kalimantan Timur (2017). Termasuk mewujudkan
Tol Laut yang merupakan konsep pengangkutan logistik kelautan dengan
menghubungkan pelabuhan-pelabuhan besar di seluruh Nusantara (diluncurkan pada
2015). Terjalinnya hubungan antar-pelabuhan ini akan menciptakan kelancaran
distribusi barang hingga ke pelosok-pelosok, dan membawa dampak pada menurunnya
disparitas harga yang tinggi antara wilayah Barat dan Timur.
Dengan
Cinta, si tukang kayu itu terus “memahat Indonesia”.
Membandingkan
performa sejumlah pemimpin Asia-Australia, pada tutup tahun 2016 Bloomberg
menilai Jokowi sebagai satu-satunya pemimpin yang memiliki performa positif.[1]
Penilaian itu diberikan atas dasar kemampuan pemerintahan Jokowi memperkuat
nilai tukar hingga 2,41 %, menjaga pertumbuhan ekonomi (GDP) tetap positif
(5,02 % skala tahun ke tahun), dan memiliki tingkat penerimaan publik yang
tinggi (69 %). Jokowi juga dianggap mampu menegaskan kewenangannya atas
lembaga-lembaga politik di Indonesia pada 2016 dengan menguasai lebih dari dua
pertiga kursi di parlemen—dukungan yang digunakannya untuk menggulirkan
undang-undang tax amnesty demi membiayai program
pembangunan sarana-prasarana di berbagai wilayah.[i]
Kurang
lebih sebulan kemudian, yaitu pada 9 Februari 2017, PricewaterhouseCoopers
(PwC) pun merilis ramalannya mengenai negara-negara dengan ekonomi terkuat di
dunia pada 2030 (the most powerful economies in the world by 2030).
Dengan memproyeksikan produk domestik bruto (GDP) global dengan paritas daya
beli (PPP) masing-masing negara[ii], PwC menempatkan Indonesia di urutan
kelima, berturut-turut di bawah Tiongkok, Amerika Serikat, India, dan Jepang;
di atas Rusia, Jerman, Brasil, Meksiko, Inggris, dan 22 negara lainnya.
“Kerja adalah Cinta yang dinyatakan. Bila kau tak bisa
bekerja dengan Cinta, melainkan dengan rasa tak suka, maka tinggalkanlah
pekerjaanmu, dan duduk saja sambil menerima sedekah dari orang-orang yang
bekerja dengan suka cita.” —Kahlil Gibran (1883–1931)
#JokowiUntukIndonesia
***
———
[i]
Untuk menentukan peringkat pemimpin terbaik se Asia-Australia, Bloomberg
mendata delapan pemimpin: Presiden Tiongkok, XI Jinping; Perdana Menteri
Jepang, Shinzo Abe; Perdana Menteri India, Narendra Modi; Presiden Korea
Selatan, Park Geun-Hye; Presiden Indonesia, Joko Widodo; Presiden Filipina,
Rodrigo Duterte; Perdana Menteri Malaysia, Najib Razak; dan Perdana Menteri
Australia, Malcolm Turnbull.
[ii]
Purchasing power parity (PPP) digunakan oleh para ahli ekonomi makro untuk
menentukan produktivitas ekonomi dan standar kehidupan antar-negara dalam
jangka waktu tertentu.
———
Referensi
Dashrath Manjhi: Some lesser known facts on the Mountain Man who worked
for 22 years and carved a path through a mountain. India Today
in Education, indiatoday.intoday.in/education.
Dashrath Manjhi. Wikipedia, id.wikipedia.org/wiki.
Rolf
A. F. Witzsche. Without Love the Universe Would Not Exist.
lovescapenovels.rolf-witzsche.com.
Hanny
Kardinata. Keteladanan Kesederhanaan Membangun Jiwa Merdeka.
Seword, wp.me/p6Y2pM-wuQ.
Kartu Indonesia Pintar (KIP). TNP2K (Tim Nasional
Percepatan Penanggulangan Kemiskinan), tnp2k.go.id.
Program Keluarga Harapan (PKH). TNP2K (Tim Nasional
Percepatan Penanggulangan Kemiskinan), tnp2k.go.id.
Sambutan Presiden Joko Widodo pada Peresmian Pembangkit Listrik Tenaga
Gas Mobile Power Plant Parit Baru 4×25 MW, di Mempawah, Kalimantan Barat, 18
Maret 2017. Sekretariat Kabinet Republik Indonesia, setkab.go.id.
Selain Entikong, Ada 6 Pos Perbatasan Negara yang Dibangun Pemerintah.
detikNews, news.detik.com.
Who’s Had the Worst Year? How Asian Leaders Fared in 2016.
Bloomberg, bloomberg.com.
A prediction: The world’s most powerful economies in 2030.
World Economic Forum, weforum.org.
———
Tulisan
lainnya klik di sini.
No comments:
Post a Comment